Perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru berlaku pada 1 April 2022

Salah satu perubahan mendasar adalah penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Perubahan tarif 1% terseut dilakukan seagai agian dari langkah keijakan yang diamil oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan PPN dan memerikan rasa keadilan bagi sektor konsumen. Orang dengan daya beli tinggi dapat membayar lebih banyak pajak untuk berkontriusi pada pemerataan ekonomi.

selama hampir tiga dekade di Indonesia, PPN hanya diterapkan pada tarif tunggal 10%. Padahal, jika melihat negara lain, persentase ini relatif rendah. Tarif PPN rata-rata di seluruh dunia berkisar dari 11-30%, seperti Filipina 12%, Cina 13%, Arab Saudi 15%, Turki 18%, Jerman 19%, Inggris 20%, dan Denmark 25%. Oleh karena itu, menaikkan tarif PPN menjadi 11% masih dianggap moderat atau wajar dibandingkan dengan tarif pajak rata-rata negara lain.

Kenaikan pajak juga mengejar pendorong pertumuhan ekonomi. Diketahui perekonomian Indonesia pada tahun 2021 akan tumbuh sebesar 369% diandingkan tahun seelumnya. Bahkan pada 2022 pemerintah optimistis pertumuhan ekonomi bisa mencapai 52%. Meskipun kenaikan tarif PPN harus dianggap wajar dalam konteks ekonomi berkemang.

Selain itu menaikkan tarif PPN dapat menjadi salah satu langkah yang diamil oleh pemerintah untuk membawa defisit anggaran di bawah 3 ri PDB sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang. Pengurangan defisit ini tentunya sejalan dengan langkah-langkah keijakan fiskal lainnya seperti peningkatan berbagai sumber penerimaan pemerintah pemerian insentif dan perbaikan alokasi belanja.
Meskipun tujuannya adalah keadilan ekonomi, kenaikan tarif pajak adalah hal yang wajar jika mendapat perlawanan. Saat mulai dibahas pada pertengahan 2021, perubahan ketentuan PPN dalam RUU HPP sempat menjadi perbincangan hangat. Dampak penyesuaian tarif terhadap kenaikan harga menjadi salah satu pembahasan yang mengemuka. Penambahan 1% PPN atas barang atau jasa menimbulkan kekhawatiran bahwa beberapa barang akan mengalami kenaikan harga.

Sedangkan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan pajak ini telah dipertimbangkan dan diperhitungkan oleh pemerintah. Tarif disesuaikan dengan prevalensi tarif PPN rata-rata global dan diterapkan pada pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, untuk menjaga stabilitas dan keadilan harga, penyesuaian tarif PPN kali ini diimbangi dengan berbagai  insentif perpajakan. Salah satunya adalah ketentuan undang-undang HPP yang menjadikan kebutuhan dasar, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial dan jenis pelayanan tertentu lainnya dapat dibebaskan dari pajak dan tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.

Selain itu, tahun ini pemerintah juga berencana memberikan insentif PPN  (DTP) Negara untuk sektor real estate. Untuk penjualan rumah mulai dari Rp 2 miliar, pengurangan pajak  50% dan 25% untuk penjualan rumah  di atas Rp 25 miliar. Insentif DTP juga diberikan untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Mobil LCGC tertentu yang memenuhi persyaratan tertentu dibebaskan dari PPnBM. Insentif pajak DTP ini diberikan untuk memastikan konsumsi masyarakat yang efisien.

Tentang Pajak Penghasilan (PPh), sejumlah kebijakan perpajakan yang menyertainya telah ditetapkan. Undang-undang HPP mengatur pengenaan pajak penghasilan 5% atas penghasilan bersih, yang sekarang ditetapkan 60 juta dari sebelumnya 50 juta.  Wajib pajak dengan penghasilan bersih sampai dengan 60 juta masih bisa mendapatkan keuntungan dengan tarif hanya 5%.

Hal lain, UU HPP juga mengatur bahwa UMKM dengan omzet hingga Rs 500 juta dibebaskan dari pajak PPh. Sehingga UMKM dapat mempertahankan kelangsungan ekonomi dan tumbuh. Oleh karena itu, dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai tidak terlalu besar. Karena sudah berimbang dengan banyak insentif perpajakan lainnya, penyesuaian tarif PPN pada April 2022 sudah tepat.

Namun, penyesuaian tarif PPN pada April tidak akan sulit. Seperti yang kita ketahui, April tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. Biasanya, seperti tahun lalu, ada kenaikan harga karena aktivitas belanja selama Ramadhan dan Idul Fitri.

Hal lain yang bisa mendongkrak harga di bulan April adalah keadaan pandemi Covid19. Pada bulan Maret, pandemi tidak menunjukkan tanda-tanda melambat. Pembatasan kegiatan ekonomi akibat pandemi yang sedang berlangsung juga dapat mendongkrak harga.

Selain itu, ada ketegangan keseluruhan di Eropa Timur. Konflik antara Rusia dan Ukraina dapat membuat harga minyak mentah dan gas alam dunia melonjak. Kenaikan harga kedua produk ini sering menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya.

Akibatnya, pada bulan April, menaikkan harga mungkin merupakan keharusan. Oleh karena itu, pemerintah harus meminimalkan risiko peningkatan harga akan terjadi, terutama terkait dengan penyesuaian tarif untuk PPN. Pertama, pemerintah harus mengendalikan harga agar tidak meningkat terlalu tinggi. Perbaikan urutan makanan bisa menjadi solusi. Dari daerah hulu, pemerintah memastikan ketersediaan bahan baku dan kinerja produksi berjalan dengan baik.

Di bidang distribusi, pemerintah memastikan bahwa distribusi barang tidak terhambat. Sementara di sektor hilir, pemerintah memantau ketersediaan barang di pasar, misalnya memastikan tidak terjadi kelangkaan akibat penimbunan barang sehingga menyebabkan kenaikan harga yang signifikan. Menetapkan harga jual tertinggi untuk kebutuhan primer juga bisa menjadi pilihan.

Kedua, pemerintah harus melindungi kelompok rentan dari dampak kenaikan harga, misalnya dengan memberikan subsidi dan bantuan sosial. Kemudian, dana bantuan sosial dan program subsidi dapat dibiayai, salah satunya adalah penyesuaian tarif PPN. Hal ini juga sejalan dengan tujuan penyesuaian tarif PPN agar adil secara ekonomi, yaitu untuk melindungi masyarakat yang rentan.

Ketiga, pemerintah harus melaporkan bahwa kenaikan harga bukan karena PPN tetapi karena faktor lain yang disebutkan di atas. Sejauh pertanyaan kenaikan harga tidak dianggap sebagai argumen untuk menolak kebijakan penyesuaian tarif PPN. Memang, penyesuaian tarif PPN pada dasarnya tidak terkait dengan kenaikan harga, seperti yang dijelaskan di awal artikel. Sedangkan penyesuaian tarif PPN merupakan kebutuhan bersama. Negara perlu memiliki modal yang cukup untuk menciptakan keadilan ekonomi dan keadilan sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *